Someone who needs somewhere to long for

Kini genap empat bulan aku tinggal sendiri, menyewa sebuah kamar yang cukup besar dekat sebuah kampus terbesar di Yogyakarta. Aku rasa aku cukup menyukainya; aku punya tempatku sendiri dan bertanggung jawab penuh atas hidupku. Yeah, mungkin aku belum sepenuhnya bertanggung jawab dan tempatku terlihat sangat tipikal wanita single usia duapuluhan, tapi aku rasa semuanya berjalan dengan cukup menyenangkan.

Hari-hariku diisi dengan bekerja, bertemu teman sesekali waktu dan menghibur diri dengan menghadiri acara musik atau tari. Menentukan target yang jarang sekali tercapai, rencana di masa yang akan datang, budgeting, manajemen waktu, membayangkan cita-cita, berusaha tetap sibuk. Hal-hal tersebut bisa jadi menyenangkan dalam batasan waktu tertentu, tetapi ada kalanya itu semua membuatku merindukan suasana rumah.

Ah, rumah. Sebagai anak yang dulu sering berpindah-pindah, aku tidak pernah tahu pasti di manakah rumahku. Dulu aku kira rumahku adalah rumah mungil di Blok III di sebuah perumahan di tengah Swiss van Java, sampai bapak memutuskan untuk pindah ke Blok IV di tahun berikutnya, untuk kemudian pindah lagi ke sebuah desa di pinggiran kota Yogya. Tiap tahun aku selalu mulai dari awal. Aku bahkan tidak tahu berapa kali aku pindah rumah dan pindah sekolah.

Lucunya akhir-akhir ini aku sering teringat saat dimana aku tinggal di Blok III. Seingatku usiaku masih empat atau lima tahun saat itu. Pindah dari Klaten ke Garut, Bapak telah mengurus kepindahan sekolah TK-ku.

"Besok kamu sekolah mau kan?" tanya Bapak
"Iyaaa" jawabku ceria.

Keesokan harinya Bapak menyuruhku bersiap dan memakai baju yang rapi karena aku akan pergi ke sekolahku yang baru. Kami cukup tergesa-gesa saat itu karena hampir terlambat.

"Mau kemana kita?" tanyaku setelah kami berjalan sekitar satu blok
"Ke TK baru kamu" jawab Bapak
"Oh, jadi hari ini kita betulan sekolah ya?" tanyaku sedikit kecewa. Aku kira Bapak tidak serius ketika berkata aku akan pergi ke TK baru, segera.
"Ya, tentu saja"
"Tapi Bapak nanti nunggu di luar?" tanyaku lagi, berharap hari pertama sekolah tidak akan menjadi terlalu menakutkan. Bapak terdiam sesaat.
"Ya" jawab Bapak setengah ragu. Aku pun meyakinkan diriku bahwa sekolah akan baik-baik saja.

Kenyataannya tidak. Bapak harus segera berangkat bekerja dan tidak dapat menungguiku di Taman Kanak-kanak. Aku tidak mengenal satu orang pun di sana dan merasa sangat bingung dan cukup cemas. Aku tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran senam hari itu dan berharap Bapak akan datang segera. Saat Bapak menjemputku di siang harinya - sedikit terlambat, beliau menanyakan apa yang aku pelajari di sekolah. Aku hanya berkata, aku tidak mengenal siapapun di sana.

***
Keesokan harinya Bapak membangunkanku lagi untuk sekolah. Aku berkata bahwa aku tidak ingin sekolah lagi. Bapak tidak banyak bicara dan pergi, untuk kemudian kembali setengah jam sesudahnya. Aku masih tidak bergeming.
"Kamu yakin tidak mau sekolah lagi?" tanya Bapak.
"Aku tidak kenal siapa-siapa, aku enggak mau sekolah lagi" jawabku, merajuk.
"Tapi nanti kamu akan punya teman pada akhirnya" bujuk Bapak.
"Tidak mau sekolah" jawabku singkat.

Bapak menghela nafas dan bergumam bahwa dia sudah membayar biaya sekolah TK di muka selama enam bulan, tetapi kemudian membiarkanku kukuh pada keputusanku. Toh dia pikir aku masih punya kesempatan tahun depan. 

Aku merasa sedikit merasa bersalah karena menjadi anak bodoh yang tidak mau bersekolah. Setiap kali rombongan teman-teman TK tersebut melintas di depan rumah, aku akan sembunyi karena malu. Bapak hanya tersenyum simpul setiap kali melihatku lari ke dalam rumah ketika mereka melewati jalan depan rumah. I think that was my very first crime I committed, ha. 

Aku masih ingat bagaimana hangatnya sinar matahari di hari-hari tersebut. Sekitar jam 9 pagi Bapak telah selesai mencuci baju, bau deterjen murahan merebak di halaman belakang. Rumput pekarangan belakang begitu hijau dan tinggi, kupu-kupu terbang menghampiri. Aku adalah berandalan kecil yang menyebabkan kerugian finansial, setara dengan biaya enam bulan biaya sekolah. Namun, Bapak tidak pernah memarahiku dan menghargai keputusan pertama yang aku ambil sebagai anak usia lima tahun. Aku terkadang merasa takut bertemu dengan teman-teman di TK, tetapi rumah membuatku merasa tidak terancam lagi; Bapak ada di sana dan semuanya akan baik-baik saja.

***

Dua puluh satu tahun kemudian, berada di tempat asing dengan orang-orang yang tidak aku kenal masih membuatku sedikit takut. Kritikan dari klien dan masalah operasional membuatku cukup tegang. Terkadang aku masih merasa bahwa aku adalah seorang kriminal kecil karena melakukan kesalahan dalam bekerja, dan begitu banyak hal lain yang membuatku merasa.. Entahlah, cemas aku rasa?

Di situlah aku merindukan rumah di Blok III, di mana aku bisa yakin bahwa semua akan berjalan baik-baik saja dan aku akan selalu diterima, tidak peduli biarpun aku telah melakukan kejahatan tertentu.

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Tentang saya

Back
to top